Rabu, 20 Maret 2013

Laporan Kelompok 2 "Pembelajaran Matematika Kelas 2 Sekolah Dasar di Jepang"


Berdasarkan video yang kami tonton pada tanggal 7 Maret 2013, kami menyimpulkan bahwa proses pembelajaran matematika khususnya matematika Sekolah Dasar kelas 2 di Jepang sudah menerapkan sistem pembelajaran yang inovatif. Guru memposisikan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan pengetahuan dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Paradigma yang digunakan berupa cognitive-development karena transfer knowledge dari guru ke siswa dirasa kurang sesuai dengan hakikat mendidik. Guru tidak lagi berfungsi sebagai pemberi ilmu tetapi guru berfungsi sebagai fasilitator. Pembelajaran inovatif juga mendorong siswa untuk bisa bekerja sama karena pembelajaran inovatif berorientasi pada kehidupan.
Dalam pembelajaran di kelas, guru membagi siswa-siswanya menjadi beberapa kelompok diskusi. Setelah dibentuk kelompok diskusi, guru membagikan LKS yang digunakan sebagai bahan diskusi. Siswa akan bersama-sama menemukan pola atau hubungan matematika dan memecahkan suatu permasalahan. Setelah selesai berdiskusi, salah satu perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Siswa-siswa yang lain menanggapi sedangkan guru meneliti dan mengamati jalannya pembelajaran. Dari situlah siswa akan menemukan konsep-konsep matematika dengan caranya sendiri. Sehingga siswa tidak hanya menerima konsep dari guru saja tetapi siswa juga dapat membangun konsep sendiri.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan keberanian siswa dalam menyampaikan pendapat sungguh merupakan sesuatu yang harus diapresiasi oleh guru. Siswa dengan leluasa menyampaikan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Ketika seorang siswa memiliki pendapat yang berbeda maka siswa tidak segan-segan untuk menyampaikan pendapatnya kepada teman yang sedang presentasi di depan. Apabila siswa dalam menyampaikan jawaban atas persoalan kurang tepat, guru akan menambahkan dan meluruskan jawaban siswa tersebut. Sehingga siswa akan mendapatkan konsep lengkap yang merupakan hasil kolaborasi antara konsep yang didapat oleh siswa dan guru. Selain itu, dalam kegiatan pembelajaran guru selalu memberikan motivasi-motivasi kepada siswanya sehingga siswa merasa bersemangat dan tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan suatu persoalan (matematika).
Pembelajaran matematika Sekolah Dasar di Jepang sangat berbeda dengan pembelajaran matematika Sekolah Dasar di Indonesia.  Di Jepang, rasa ingin tahu dan antusias siswa dalam mempelajari matematika sangat tinggi. Untuk menyalurkan rasa ingin tahu siswa dan antusias siswa yang tinggi tersebut maka dibutuhkan 2 guru dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. Guru-guru tersebut harus saling bersinergi dan saling bekerja sama. Salah satu guru memberikan penjelasan materi di depan sedangkan guru yang satunya berada di antara siswa-siswa untuk mendampingi siswa dan memberikan bimbingan ketika proses pembelajaran berlangsung. Sehingga apabila ada siswa yang merasa kesulitan atau masih belum jelas maka siswa dapat meminta bimbingan kepada guru yang mendampinginya tersebut.
Sistem pembelajaran di Indonesia masih menggunakan sistem pembelajaran tradisional. Siswa hanya dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran. Siswa cenderung pasif dalam pembelajaran karena pembelajaran terpusat pada guru. Metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar umumnya menggunakan metode ceramah. Apabila ada yang menerapkan metode diskusi, itupun belum sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Oleh karena itu, metode pembelajaran dan sistem pembelajaran di Indonesia perlu direnovasi dengan mengadopsi sistem pembelajaran dari negara lain yang kiranya dapat memberi manfaat bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar