Rabu, 20 Maret 2013

Sopan Santun dalam Matematika


Dalam filsafat, setinggi-tingginya ilmu adalah sopan santun. Sopan santun dalam pembelajaran matematika adalah ilmu itu sendiri. Serendah-rendahnya orang mencari ilmu adalah jika ilmu tersebut untuk dirinya sendiri. Tetapi akan lebih tinggi derajatnya apabila ilmu itu bermanfaat bagi orang lain. Akan sangat bermanfaat dan bermakna apabila pikiran orang tersebut mampu menyumbangkan dan berperan dalam jejaring sistemik/ networking. Ilmu terdiri dari pikiran (logika) dan pengalaman. Logika (a priori) dapat memikirkan sesuatu yang belum terjadi sedangkan pengalaman (a posteriori) dapat memikirkan sesuatu setelah sesuatu itu terjadi. Matematika sebagai ilmu merupakan gabungan antara pikiran (logika)  yang disebut a priori dan pengalaman yang disebut a posteriori. Pikiran bersifat analitik sedangkan pengalaman bersifat sintetik. Sehingga gabungan antara keduanya dinamakan sintetik a priori.
Dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika, guru harus sopan santun terhadap siswa dan sopan santun terhadap matematika. Sehingga pembelajaran matematika berjalan secara efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun yang terjadi sekarang ini, hampir 99,9% guru di Indonesia tidak sopan terhadap matematika dan siswanya. Guru cenderung mengajarkan matematika dengan matematika formal sehingga pembelajaran matematika menjadi tidak menyenangkan, menyusahkan, dan membebani siswa. Guru hendaknya mengajarkan matematika mulai dari tindakan, material, pergaulan, observasi benda-benda konkrit, dst.
Pembelajaran yang inovatif sangat diperlukan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran inovatif menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. Guru memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Metode yang digunakan dalam pembelajaran inovatif bersifat fleksibel dan dinamis. Metode yang digunakan dapat berupa metode diskusi, metode online, latihan, kerja praktik laboratorium, dan refleksi. Dalam pelaksanaannya, metode-metode pembelajaran inovatif yang digunakan tersebut hendaknya dibiasakan, dilaksanakan secara tepat, dan memenuhi kriteria agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai yaitu agar siswa sadar dan mempelajari matematika atas kemauan diri siswa itu sendiri.
Pembelajaran inovatif tidak menyalahkan siswa bagaimanapun keadaannya tetapi bagaimana guru dapat menaikkan level siswa menjadi lebih baik. Persoalan pembelajaran matematika pada siswa berada pada gurunya. Siswa yang kesulitan menerima matematika disebabkan oleh metode pembelajaran yang kurang tepat, dan tidak memenuhi kriteria. Guru cenderung memakai metode ekspositori yang memposisikan siswa sebagai objek/ tong kosong. Siswa yang hanya diposisikan sebagai objek/ tong kosong akan merasa kesulitan dan bingung memikirkan apa yang dipikirkan oleh banyak orang. Dalam hal ini, kemandirian siswa sangat diperlukan. Siswa perlu membiasakan diri dengan merefleksi beberapa referensi dengan pendapat yang berbeda agar pengetahuannya bertambah. Guru sebagai pembimbing hendaknya bisa memberikan motivasi kepada siswa-siswanya sehingga menumbuhkan sikap kemandirian pada diri masing-masing siswa. Untuk menangani siswa yang beraneka ragam, pemalu, penakut, rendah diri, over dan sebagainya, guru harus bisa berkomunikasi dengan baik kepada siswanya karena dengan terjalinnya komunikasi yang baik antar siswa dan guru akan memudahkan guru untuk memahami karakter-karakter siswa yang beragam dengan latar belakang yang beragam pula.
Faktor sistem pemerintah juga menentukan proses pembelajaran. Guru yang hanya tunduk dengan aturan tanpa mengetahui makna dari peraturan tersebut maka guru tersebut telah kehilangan intuisi atau hati nuraninya. Intuisi merupakan pemahaman atau pengetahuan yang tidak dapat dijelaskan baik dimana dan kapan terjadinya. Intuisi berupa pencerahan yang begitu saja muncul dan tidak diketahui darimana asalnya. Intuisi tidak hanya dimiliki oleh anak kecil saja. Semua orang perlu mengembangkan intuisi yang dimilikinya. Intuisi ada pada tindakan, kata, pikiran, dan hati. Apabila seseorang membiasakan tindakan yang baik maka intuisi tindakan akan baik. Apabila seseorang membiasakan diri dengan berkata baik maka intuisi perkataannya baik. Demikian juga dengan pikiran dan hati, apabila dibiasakan baik maka intuisinya akan baik pula. Secanggih-canggihnya tindakan tidak mampu memenuhi kata-kata, sehebat-hebat kata dan tulisan tidak mampu mengejar pikiran (karena pikiran bisa paralel dan kata-kata diucapkan secara bergantian), dan sehebat-hebat pikiran tidak mampu mendefinisikan cinta. Manusia adalah insan yang lemah, terbatas, dan serba kekurangan maka manusia harus selalu berikhtiar agar memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar