Dalam filsafat, setinggi-tingginya
ilmu adalah sopan santun. Sopan santun dalam pembelajaran matematika adalah
ilmu itu sendiri. Serendah-rendahnya orang mencari ilmu adalah jika ilmu
tersebut untuk dirinya sendiri. Tetapi akan lebih tinggi derajatnya apabila
ilmu itu bermanfaat bagi orang lain. Akan sangat bermanfaat dan bermakna
apabila pikiran orang tersebut mampu menyumbangkan dan berperan dalam jejaring
sistemik/ networking. Ilmu terdiri
dari pikiran (logika) dan pengalaman. Logika (a priori) dapat memikirkan sesuatu yang belum terjadi sedangkan
pengalaman (a posteriori) dapat
memikirkan sesuatu setelah sesuatu itu terjadi. Matematika sebagai ilmu merupakan
gabungan antara pikiran (logika) yang
disebut a priori dan pengalaman yang
disebut a posteriori. Pikiran
bersifat analitik sedangkan pengalaman bersifat sintetik. Sehingga gabungan
antara keduanya dinamakan sintetik a
priori.
Dalam kegiatan pembelajaran,
khususnya pembelajaran matematika, guru harus sopan santun terhadap siswa dan
sopan santun terhadap matematika. Sehingga pembelajaran matematika berjalan
secara efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun yang terjadi
sekarang ini, hampir 99,9% guru di Indonesia tidak sopan terhadap matematika
dan siswanya. Guru cenderung mengajarkan matematika dengan matematika formal
sehingga pembelajaran matematika menjadi tidak menyenangkan, menyusahkan, dan
membebani siswa. Guru hendaknya mengajarkan matematika mulai dari tindakan,
material, pergaulan, observasi benda-benda konkrit, dst.
Pembelajaran yang inovatif sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran inovatif menempatkan siswa
sebagai pusat pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. Guru memfasilitasi
siswa untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Metode yang
digunakan dalam pembelajaran inovatif bersifat fleksibel dan dinamis. Metode
yang digunakan dapat berupa metode diskusi, metode online, latihan, kerja
praktik laboratorium, dan refleksi. Dalam pelaksanaannya, metode-metode
pembelajaran inovatif yang digunakan tersebut hendaknya dibiasakan,
dilaksanakan secara tepat, dan memenuhi kriteria agar tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai yaitu agar siswa sadar dan mempelajari matematika
atas kemauan diri siswa itu sendiri.
Pembelajaran inovatif tidak
menyalahkan siswa bagaimanapun keadaannya tetapi bagaimana guru dapat menaikkan
level siswa menjadi lebih baik. Persoalan pembelajaran matematika pada siswa
berada pada gurunya. Siswa yang kesulitan menerima matematika disebabkan oleh
metode pembelajaran yang kurang tepat, dan tidak memenuhi kriteria. Guru
cenderung memakai metode ekspositori yang memposisikan siswa sebagai objek/
tong kosong. Siswa yang hanya diposisikan sebagai objek/ tong kosong akan
merasa kesulitan dan bingung memikirkan apa yang dipikirkan oleh banyak orang.
Dalam hal ini, kemandirian siswa sangat diperlukan. Siswa perlu membiasakan
diri dengan merefleksi beberapa referensi dengan pendapat yang berbeda agar
pengetahuannya bertambah. Guru sebagai pembimbing hendaknya bisa memberikan
motivasi kepada siswa-siswanya sehingga menumbuhkan sikap kemandirian pada diri
masing-masing siswa. Untuk menangani siswa yang beraneka ragam, pemalu,
penakut, rendah diri, over dan sebagainya, guru harus bisa berkomunikasi dengan
baik kepada siswanya karena dengan terjalinnya komunikasi yang baik antar siswa
dan guru akan memudahkan guru untuk memahami karakter-karakter siswa yang
beragam dengan latar belakang yang beragam pula.
Faktor sistem pemerintah juga menentukan
proses pembelajaran. Guru yang hanya tunduk dengan aturan tanpa mengetahui
makna dari peraturan tersebut maka guru tersebut telah kehilangan intuisi atau
hati nuraninya. Intuisi merupakan pemahaman atau pengetahuan yang tidak dapat
dijelaskan baik dimana dan kapan terjadinya. Intuisi berupa pencerahan yang
begitu saja muncul dan tidak diketahui darimana asalnya. Intuisi tidak hanya
dimiliki oleh anak kecil saja. Semua orang perlu mengembangkan intuisi yang dimilikinya.
Intuisi ada pada tindakan, kata, pikiran, dan hati. Apabila seseorang
membiasakan tindakan yang baik maka intuisi tindakan akan baik. Apabila
seseorang membiasakan diri dengan berkata baik maka intuisi perkataannya baik.
Demikian juga dengan pikiran dan hati, apabila dibiasakan baik maka intuisinya
akan baik pula. Secanggih-canggihnya tindakan tidak mampu memenuhi kata-kata,
sehebat-hebat kata dan tulisan tidak mampu mengejar pikiran (karena pikiran
bisa paralel dan kata-kata diucapkan secara bergantian), dan sehebat-hebat
pikiran tidak mampu mendefinisikan cinta. Manusia adalah insan yang lemah,
terbatas, dan serba kekurangan maka manusia harus selalu berikhtiar agar
memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar