Pendidikan matematika di Perguruan Tinggi berbeda dengan di Sekolah
Dasar. Di Perguruan tinggi, mahasiswa dituntut untuk mandiri dengan cara
mengkontruksi sendiri struktur-struktur matematikanya. Di Sekolah Dasar siswa
hendaknya tidak ditekankan untuk bisa mengkontruksi sendiri struktur-struktur
matematika seperti di Perguruan Tinggi, karena pola pikir mahasiswa dan
anak-anak sangatlah berbeda. Daya nalar mahasiswa sudah mumpuni untuk melakukan
hal yang demikian, sedangkan pada anak SD masih belum mumpuni karena anak SD
masih cenderung suka bermain dan kurang menyukai aktivitas belajar.
Blog ini berisi Refleksi Online yang merupakan tugas mata kuliah Matematika Dasar 2 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Sumber: www.powermathematics.blogspot.com
Jumat, 24 Mei 2013
REFLEKSI "Elegi Menggapai "Kant's Analogies of Experience"
Dari
Elegi Menggapai "Kant's Analogies of Experience", Kant berpendapat
bahwa dalam analogi, pengalaman hanya mungkin didapat melalui representasi hubungan
antar persepsi-persepsi. Untuk membuktikan prinsip tersebut, Kant’s mengekspos
beberapa argumen.
Pertama, pengalaman adalah kognisi empiris, karena itu adalah sebuah sintesis
dari persepsi yaitu sintesis yang tidak terkandung dalam persepsi sendiri,
tetapi yang berisi kesatuan sintetis dari bermacam-macam persepsi dalam
kesadaran. Kesatuan ini merupakan hal yang penting dari kemampuan kita untuk
mengindera obyek, inilah yang disebut pengalaman.
Kedua, karena daya tangkap itu merupakan kumpulan beberapa intuisi empiris,
dalam pengalaman persepsi-persepsi hadir bersamaan sehingga tidak ada karakter
kebutuhan dalam hubungan mereka muncul atau dapat muncul dari persepsi sendiri,
Ketiga, pengalaman
adalah kemampuan yang didapat dengan cara mengartikan persepsi.
Keempat, waktu itu sendiri tidak dapat dirasakan, penentuan keberadaan objek
dalam waktu hanya dapat terjadi melalui hubungan dalam waktu secara umum,
akibatnya hanya dengan cara mengartikan konsep hubungan a priori saja.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 45: Bagaimana Matematikawan Mengusir Setan?"
Di dalam matematika berapapun besar nilai X jika dibagi dengan bilangan tak hingga maka hasilnya adalah nol. Itulah yang diharapkan manusia bahwa atas kuasa Tuhan maka dosa kita dapat menjadi nol. Sedangkan dosa Syaitan yang menyekutukan Tuhan adalah tak terhingga besarnya, sehingga seberapa besar syaitan memohon ampun kepada Tuhan maka tidak akan pernah terampuni. Karena bilangan tak terhingga apabila dibagi dengan bilangan berapapunmaka hasilnya adalah tak terhingga pula.
Sedangkan sebesar-besarnya pahala adalah pahala bagi orang beriman yang ikhlas. Orang yang ikhlas adalah orang yang paling tinggi derajatnya. Hal tersebut sesuai dalam hukum matematika bahwa bilangan besar berapapun apabila dipangkatkan dengan nol maka hasilnya adalah satu. Nol adalah ikhlasnya orang beriman, sedangkan satu adalah Esanya Tuhan. Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang beriman yang ikhlas. Aamiin..
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 44: Kyai Mursidin 2"
Syaitan menggoda
manusia dengan berbagai macam cara. Pada elegi tersebut, syaitan menggoda
manusia dengan cara merasuki tubuh seorang yang pikirannya kosong. Syaitan
ingin manusia menuruti semua keinginannya. Selain itu, syaitan sangat menyukai
orang yang tidak mau berusaha, putus asa, risau dan pikirannya kosong. Syaitan
akan sangat mudah menggoda orang yang
sedang dalam keadaan seperti itu. Oleh karena itu, kita harus mendekatkan diri
kepada Allah SWT agar terhindar dari keadaan yang demikian tersebut.
Bersyukurlah atas semua nikmat yang diberikan Allah, karena dengan bersyukur
maka kita akan merasakan nikmat Allah yang tidak pernah putus.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 43: Kyai Mursidin 1"
Syaitan sangatlah pandai dan tidak pernah bosan untuk
menggoda manusia. Seumur hidupnya hanya digunakan untuk merayu dan menggoda
manusia agar manusia berlaku kufur dan ingkar kepada Tuhan. Tetapi perlu kita ketahui
bahwa syaitan sangat lah takut kepada orang-orang yang ikhlas, taat beribadah,
ahli berdoa bahkan hafal Al Qur’an. Orang-orang yang ikhlas, taat beribadah,
ahli berdoa dan hafal Al Qur’an tersebut akan selalu dilindungi oleh Malaikat
kebaikan di mana pun mereka berada. Dengan dilindunginya manusia dari malaikat
kebaikan, maka syaitan akan kesulitan untuk merayu dan menggoda menuju
kekufuran.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 42: Mengubah Mitos menjadi Logos"
Ego dan determinist sangat erat
kaitannya dengan kesombongan. Kesombongan berarti syaitan. Untuk mengubah mitos
menjadi logos yaitu dengan meluruhkan ego dan determinist tersebut disertai
dengan tawakal kepada Allah SWT, karena hanya pertolongan Allah lah yang mampu
menghilangkan kesombongan umat dan para makhlukNya. Sesungguhnya perbuatan
sombong adalah perbuatan keji yang dapat merusak kebaikan dan merubahnya
menjadi keburukan. Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia hendaknya
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan memantapkan hati agar terhindar
dari kesombongan.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 41: Balas Dendam Syaitan Terhadap Matematikawan"
Syaitan
memang sangat pandai dalam urusan membujuk manusia menuju keburukan. Godaan
syaitan terhadap manusia sangatlah lembut. Syaitan dapat menyusup ke dalam hati dan pikiran manusia. Apabila
manusia telah berada dalam kesombongan, itu artinya syaitan telah berhasil
menyusup ke dalam pikiran manusia. Syaitan akan berusaha mempengaruhi pikiran
manusia seakan-akan manusia mampu memikirkan segala yang ada di dunia dan di
akhirat. Padahal kenyataannya pikiran manusia adalah terbatas. Oleh karena itu,
agar kita terhindar dari godaan syaitan, maka kita harus senantiasa berdoa dan
memohon ampun kepada Allah SWT, karena untuk mencapai kesuksesan di dunia perlu
diimbangi dengan berdoa untuk mencapai keridhoanNya.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 40: Berguru Kepada Imam Al-Ghazali untuk Meningkatkan Kualitas Spiritual (Islam)"
Menurut Imam Al
Gazali, agar kita bisa Salat dengan khusyu’, maka kita harus
memperbanyak membaca zikir. Zikir merupakan gertakan kepada Syaitan. Tetapi jika
di sekitar kita masih banyak makanan Syaitan, maka Syaitan tidak mau pergi.
Zikir akan efektif jika hati kita bersih dari makanan Syaitan. Jika hati kita
sudah bersih, kita baru akan mampu menghardik Syaitan. Namun bila hati kita
belum bersih, belum ikhlas atau masih banyak makanan Syaitan, maka zikir yang
kita lakukan akan sia-sia karena syaitan tidak akan pergi. Bahkan Syaitan akan
ikut berzikir. Oleh karena itu, agar zikir kita mempunyai kekuatan, maka kita
harusikhlas dan membersihkan hati kita dari makanan Syaitan.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 39: Menggapai Sepi"
Sepi
dan ramai merupakan keadaan yang berlawanan. Menggapai sepi lebih sulit
daripada menggapai ramai. Kita tidak bisa menggapai sepi apabila kita masih
mengaku-ngaku siapa diri kita. Padahal kita hanyalah makhluk ciptaan Allah yang
pada akhirnya kembali pada Allah pula. Oleh karena itu, ketika kita berada di
tempat sepi hendaknya kita memanjatkan doa kepada Allah, memohon ampun, dan
introspeksi untuk memperbaiki diri.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 38 : Menggapai Pikiran Ikhlas"
Dari tulisan di atas, dijelaskan
bahwa setinggi-tingginya dunia dan akhirat adalah ikhlas. Pikiran yang ikhlas
adalah pure reason yaitu terbebas dari predujice. Pikiran yang ikhlas adalah
kesediaan dan kesiapan membuat anti-tesis dari pengetahuan. Pikiran memiliki
kekuatan yang menentukan arah hidup sehingga pikiran yang ikhlas sangat
diperlukan dalam diri manusia. Keikhlasan dalam pikiran akan membantu untuk
memahami illmu atau pengetahuan.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 37: Ketika Pikiranku Tak Berdaya"
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah
yang dikaruniai akal dan pikiran. Namun, perlu kita sadari bahwa pikiran
manusia adalah pikiran yang terbatas. Manusia tidak boleh menyombongkan diri
dan menganggap dirinya sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Kita hanyalah makhluk ciptaanNya yang penuh dengan keterbatasan. Oleh karena
itu, kita hendaknya selalu berdoa dan berikhtiar agar dimudahkan dalam segala
urusan. Semoga Allah selalu memberikan rahmatnya kepada kita semua. Aamiin
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 36: Menggapai Tidak Risau"
Setiap orang pasti pernah merasakan risau. Kita akan merasa
terganggu apabila kita sedang berada di dalam keadaan tersebut. Beberapa
penyebab risau diantaranya
1. Risau hati
2. Risau sakit
3. Risau miskin
4. Risau lupa
5. Risau tidak memperoleh pekerjaan
6. Risau tidak punya teman
7. Risau bersifat buruk
8. Risau reputasi buruk
9. Risau tidak memiliki
10. Risau inkompeten
11. Risau tak lazim
12. Risau berbuat dosa
13. Risau iri hati
14. Risau tidak adil
15. Risau harga diri
16. Risau kebutuhan
17. Risau tidak berperan
18. Risau tidak mendapat hak
19. Risau wan-prestasi
20. Risau kematian
21. Risau tidak bisa mengurus milik
22. Risau tidak mendapat pengakuan
23. Risau menyongsong masa depan
24. Risau kehilangan milik
Agar kita terhindar dari perasaan risau tersebut, maka kita
harus senantiasa berpikir positif di dalam diri kita. Tanamkan di dalam hati
dan pikiran kita bahwa semuanya akan baik-baik saja karena Allah SWT selalu
besama umat-umatNya.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 35: Cendekia yang Bernurani"
Pemenang lomba menjunjung langit ialah siapa saja yang
berhati ikhlas dan mampu berpikir kritis. Berhati ikhlas dan berpikir kritis
terikat oleh ruang dan waktu. Ruang dan waktu merupakan tempat hati dan pikiran
seseorang untuk menunjukkan keikhlasannya. Manusia tidak dapat mengaku dirinya
telah berhati ikhlas dan telah berpikir kritis karena penilaian absolut hanya
datang dari Allah SWT dan semua perbuatan manusia tidak bisa lepas dari
kekuasaan Allah SWT. Maka tidak ada manusia di muka bumi ini yang benar-benar
mampu menjunjung langit kecuali atas kehendak Allah SWT.
Dalam ruang dan waktu interaksi dinamis, jika manusia
terjaga hati dan pikirannya, maka ada 3 (tiga) kemampuan yang segera
diperolehnya. Manusia akan bisa merasakan, menyadari, memikirkan, dan menjalani
fenomena mendatar, meruncing dan mengembang. Fenomena mendatar merupakan suatu
kebiasaan, aturan-aturan, kodrat dan takdir yang telah ditetapkan baik dari
dalam maupun dari luar diri manusia. Fenomena meruncing merupakan perasaan,
kesadaran, pikiran, dan ikhtiar untuk mengungkap segala misteri kehidupan diri
dan lingkungan manusia. Sedangkan fenomena mengembang merupakan perolehan,
akibat-akibat, pencapaian, prestasi, pergaulan, keluarga, teman-teman, dan
masyarakat. Ketiga fenomena tersebut merupakan pilar dalam kehidupan manusia. Oleh
karena itu, kita sebagai manusia hendaknya memahami dan mengimplementasikan
ketiga hal tersebut agar kita dapat menjadi manusia yang mandiri.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 34: Menemukan Ruh"
Memandang Rasulullah tidak dapat dengan mata kepala,
melainkan dengan mata hati. Tetapi, mata hati yang dapat memandang Rasulullah
hanyalah hati yang bersih dan terbebas dari kotoran-kotoran. Meskipun memandang
Rasulullah dengan mata hati juga masih sangat sulit untuk dilakukan, namun kita
hendaknya tetap berusaha membersihkan hati kita dengan cara selalu memohon
ampun setiap kali melakukan kesalahan dan senantiasa berdzikir kepada Allah
SWT.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 33: Doakulah yang tersisa"
Hakekat khawatir adalah diri kita sendiri, yaitu batas antara pikiran
dan hati. Rasa khawatir akan muncul jika kita tidak bisa menggunakan pikiran
kita dan ketika hati kita mulai kotor namun kita tidak bisa membersihkannya.
Tidak ada manusia yang dapat mencampuradukkan pikiran dan hatinya
secara sembarangan. Sebenar-benar hati dan pikiran adalah berbeda. Itulah mengapa
ada batas antara pikiran dan hati. Di dalam batas itulah khawatir itu
berdomisili. Tetapi tidak ada manusia yang dapat mengetahui batas pikiran dan
hati jika menggunakan pikiran. Maka sebenar-benar batas antara pikiran dan hati
itulah maka hati yang akan menunjukkannya.
Kita dapat membersihkan hati dengan cara berdoa dan berserah dirilah
kepada Allah SWT. Tetapi apabila doa yang kita panjatkan belum terkabul, maka
kita jangan mudah berkecil hati. Terbebas dari rasa khawatir ada dua cara dalam
pikiran. Pertama, gunakan pikiran sebaik mungkin atau tidak digunakan sama
sekali.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 32: Mengaji Jalaliyyah dan Jamaliyyah Wujud Allah"
Melalui Al-Qur’an , kita mengenal dua wujud Allah, yaitu jalaliyyah dan jamaliyyah. Jalal berhubungan dengan zat Allah sedangkan Jamal berhubungan dengan sifat-sifat Alah. Dari sisi jaaliyyah, Alah bersifat transenden, artinya yaitu Allah berada di luar bayangan-bayangan kita. Apabila kita membayangkan Allah dari segi zat-Nya, maka yang harus kita lakukan adalah tanzih atau pembersihan. Kita bersihkan diri kita dari segala bayangan apa pun tentang Allah, karena Allah tidak bisa kita bayangkan.
Wujud yang lain dari Allah adalah dari sisi jamaliyyah-Nya, yaitu sisi yang menunjukkan keindahan-Nya. Dari sisi jamaliyyah-Nya kita harus melakukan tasybih, yaitu kita harus meniru sifat-sifat Allah yang indah dan mencoba menyerap sifat-sifat tersebut ke dalam diri kita. Dalam perwujudan jamaliyyah, kita akan merasa begitu dekat dengan Allah karena keserupaan sifat kita dengan-Nya. Dari sinilah akan timbul pada diri kita perasaan mahabbah, yaitu Cinta kita kepada Allah. Kita harus menyeimbangkan pemahaman kita mengenai wujud jalaliyyah dan jamaliyyah Allah SWT. Karena apabila kita hanya berpegang pada dimensi Jamaliyyah saja, maka kita akan bebas melakukan segala sesuatu, meskipun perbuatan yang kita lakukan adalah perbuatan tercela. Kita akan menganggap bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Oleh karena itu, kita diharuskan untuk menyeimbangkan pemahaman kita mengenai wujud jalaliyyah dan jamaliyyah Allah swt.
Wujud yang lain dari Allah adalah dari sisi jamaliyyah-Nya, yaitu sisi yang menunjukkan keindahan-Nya. Dari sisi jamaliyyah-Nya kita harus melakukan tasybih, yaitu kita harus meniru sifat-sifat Allah yang indah dan mencoba menyerap sifat-sifat tersebut ke dalam diri kita. Dalam perwujudan jamaliyyah, kita akan merasa begitu dekat dengan Allah karena keserupaan sifat kita dengan-Nya. Dari sinilah akan timbul pada diri kita perasaan mahabbah, yaitu Cinta kita kepada Allah. Kita harus menyeimbangkan pemahaman kita mengenai wujud jalaliyyah dan jamaliyyah Allah SWT. Karena apabila kita hanya berpegang pada dimensi Jamaliyyah saja, maka kita akan bebas melakukan segala sesuatu, meskipun perbuatan yang kita lakukan adalah perbuatan tercela. Kita akan menganggap bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Oleh karena itu, kita diharuskan untuk menyeimbangkan pemahaman kita mengenai wujud jalaliyyah dan jamaliyyah Allah swt.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 31: Menggapai Kedamaian"
Menuntut ilmu merupakan
kebutuhaan setiap manusia. Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang
menuntut ilmu. menuntut ilmu tidak ada batasan waktu. Setiap manusia baik anak
kecil, remaja, dewasa, bahkan orang yang sudah tua sekalipun harus senantiasa
menuntut ilmu. Karena sebenar-benarnya hidup adalah ilmu. Bahkan ketika mati
pun kita masih memerlukan ilmu. Itulah yang dimaksud menuntut ilmu sampai ke
liang lahat. Kita memerlukan ilmu agar bisa meninggalkan dunia secara khusnul
khotimah. Maka dari itu, kita jangan pernah merasa cukup dengan ilmu yang kita
miliki, apalagi merasa sudah bisa dan tidak perlu menuntut ilmu lagi. Hal yang
demikian merupakan kesombongan yang dibenci oleh Allah SWT.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 30: Tasyakuran Ketiga (Proyek Syurga) "
Kelanjutan
dari tulisan sebelumnya mengenai bagaimana mengembangkan proyek penghuni surga:
23.
Memperbanyak membaca Al-Qur’an
24. Terus-menerus berdoa
25. Berpartisipasi dalam melakukan kebaikan (memberikan bantuan)
26. Berpartisipasi dalam acara-acara keagamaan
27. Menghidupkan malam-malam yang penting
28. Membayar khumus yang diwajibkan kepadanya sehingga mensucikan hartanya
29. Menjalankan semua kewajiban dengan penuh perhatian, kerajinan, dan kecermatan
30. Tidak boleh bergunjing
24. Terus-menerus berdoa
25. Berpartisipasi dalam melakukan kebaikan (memberikan bantuan)
26. Berpartisipasi dalam acara-acara keagamaan
27. Menghidupkan malam-malam yang penting
28. Membayar khumus yang diwajibkan kepadanya sehingga mensucikan hartanya
29. Menjalankan semua kewajiban dengan penuh perhatian, kerajinan, dan kecermatan
30. Tidak boleh bergunjing
Demikian
mengenai proyek menghuni surga. Semoga dapat diimplementasikan ke dalam
kehidupan kita sehingga kita tergolong orang-orang yang akan menghuni surga
Allah SWT di akhirat nanti.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 29: Tasyakuran Ke Dua (Proyek Syurga)"
Tulisan di atas merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya,
di mana tulisan tersebut sama-sama membahas mengenai pengembangan proyek
penghuni surga. Pada tulisan sebelumnya, proyek yang sudah disampaikan adalah
proyek ke 1-10. Di sini merupakan lanjutan yang dimulai dari proyek 11-22,
yaitu:
11. Tidak membongkar aib orang beriman
12. Selalu mulai dengan salam
13. Selalu belajar dan bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahui
14. Melakukan Amar Makruf Nahi Munkar
15. Tidak marah kecuali karena Allah
16. Tidak menyia-nyiakan waktunya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat
17. Melakukan salat malam
18. Menjadi teladan dalam akhlak yang terpuji di rumah, di jalan, dan di pekerjaan
19. Menghadiri majelis zikir dan Majelis Husainiayah
20. Memelihara pandangan dari apa yang diharamkan Allah
21. Memiliki kecemburuan pada agamanya dan isterinya
22. Bagi perempuan, memakai hijab secara sempurna, tidak menampakkan selembar rambut pun dengan sengaja dan tidak berhias untuk orang lain selain suaminya.
12. Selalu mulai dengan salam
13. Selalu belajar dan bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahui
14. Melakukan Amar Makruf Nahi Munkar
15. Tidak marah kecuali karena Allah
16. Tidak menyia-nyiakan waktunya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat
17. Melakukan salat malam
18. Menjadi teladan dalam akhlak yang terpuji di rumah, di jalan, dan di pekerjaan
19. Menghadiri majelis zikir dan Majelis Husainiayah
20. Memelihara pandangan dari apa yang diharamkan Allah
21. Memiliki kecemburuan pada agamanya dan isterinya
22. Bagi perempuan, memakai hijab secara sempurna, tidak menampakkan selembar rambut pun dengan sengaja dan tidak berhias untuk orang lain selain suaminya.
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 28: Tasyakuran Ke Satu (Proyek Syurga) "
Pada tulisan di atas, Jalaludin Rakhmat
menguraikan tentang bagaimana mengembangkan proyek menghuni surga, diantaranya:
1.
Memelihara waktu shalat
2. Menghadiri shalat berjamaah
3. Bertasbih dengan Tasbih Azzahra, terutama setelah Salat
4. Selalu membaca Shalawat kepada Muhammad dan keluarganya
5. Selalu beristighfar dan memohon ampunan kepada Allah SWT
6. Selalu berzikir kepada Allah
7. Melakukan salat-salat sunat harian
8. Menyambungkan silaturahmi terutama dengan orang tua
9. Menyesali dosa
10. Bergaul baik antara suami dan isteri
2. Menghadiri shalat berjamaah
3. Bertasbih dengan Tasbih Azzahra, terutama setelah Salat
4. Selalu membaca Shalawat kepada Muhammad dan keluarganya
5. Selalu beristighfar dan memohon ampunan kepada Allah SWT
6. Selalu berzikir kepada Allah
7. Melakukan salat-salat sunat harian
8. Menyambungkan silaturahmi terutama dengan orang tua
9. Menyesali dosa
10. Bergaul baik antara suami dan isteri
Rabu, 22 Mei 2013
REFLEKSI "Elegi Ritual ikhlas 27: Silaturakhim Para Ikhlas"
Dalam islam, silaturakhim merupakan hal penting yang tidak boleh dilupakan apalagi ditinggalkan. Islam menyuruh umaatnya memperbanyak silaturakhim dengan siapapun dan di manapun. Sebab dalam kehidupan, setiap orang selalu membutuhkan orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Silaturakhim merupakan ibadah yang sangat mulia, mudah dan membawa berkah. Memutus tali silaturakhim adaah perbuatan yang sangat dilarang dalam agama islam, seperti firman Allah SWT: "Dan bertaqwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturakhim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS An-Nisaa': 1)
Allah SWT akan melapangkan rezeki dan memanjangkan umur orang yang suka menyambung tali silaturakhim. Seperti sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa yang sengang untuk dilapangkan rezekinya dan akhirnya ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturakhim" (HR Bukhari).
Manfaat yang didapat apabila kita senang bersilaturakhim diantaranya:
1. Mendapatkan ridha Allah SWT
2. Disenangi oleh orang lain
3. Menambah banyak dan berkah rezekinya
4. Memupuk rasa cinta kasih terhadap sesama
5. Meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan
6. Mempererat dan memperkuat tali persaudaraan dan persahabatan.
Oleh karena itu, kita harus senantiasa bersilaturakhim agar mendapatkan ridho dari Allah SWT dan dicintai sesama manusia. Silaturakhim yang kita lakukan juga harus dilandasi oleh rasa ikhlas karena Allah SWT. Dengan begitu kehidupan akan terasa indah dan damai.
Selasa, 21 Mei 2013
REFLEKSI "Elegi Ritual Ikhlas 26: Perlombaan Menjunjung Langit"
Sayembara mengangkat langit merupakan sayembara mencari ilmu. Mereka
yang dapat menjunjung langit hanyalah orang-orang yang berhati bersih dan mampu
berpikir kritis. Maka hanya mereka yang berhati ikhlas dan berpikir kritislah
yang akan memperoleh ilmu. Tetapi perlu diketahui bahwa sebenar-benarnya ilmu
hanyalah milik Allah SWT semata, maka kita hanya bisa berusaha menggapainya.
Ilmu dunia saja belum cukup untuk bekal di hari penantian nanti. Seseorang
juga harus mempelajari dan mengamalkan ilmu akhirat. Dalam menggapai ilmu dunia
dan ilmu akhirat kita harus mendapatkan ridho dari Allah SWT agar ilmu yang
kita dapatkan dapat bermanfaat bagi kehidupan kita baik di dunia maupun di
akhirat.
Langganan:
Postingan (Atom)